“Terdapat Iniesta lainnya di Barca. Aku bakal terus ingat namanya: Mario Rosas,” tutur Xavi, satu dari sekian banyak bintang paling baik di generasinya, mengenai salah satu mantan temannya di akademi La Masia Barcelona.
“Dirinya adalah gabungan Laudrup dan Messi, serius. 2 kakinya hidup, ia dapat mendribel dan amat kompetitif.”
Lalu, apakah yang terjadi pada bintang dengan kemampuan mengesankan sepertinya? Mengapa namanya nyaris tidak sekalipun terdengar? Mengapa ia seperti tidak 1 kali pun ada?
“Ia memiliki semuanya, namun lenyap. Hal tersebut mencengangkan aku. Kemungkinan ia tidak cukup profesional ataupun tak memiliki mental yang tangguh, kita tidak akan sekalipun paham,” imbuh Xavi melanjut pembicaraan dengan wartawan livescore Liga Spanyol.
La Masia merupakan akademi sepak bola kebanggaan Barcelona. Sepanjang ini, La Masia telah menciptakan sederet bintang dahsyat di generasinya. Xavi, Iniesta dan Messi adalah sejumlah di antaranya.
Tapi tidak setiap yang belajar di La Masia berubah jadi bintang vital di dunia sepak bola. Tersedia juga yang tidak berhasil, malahan tenggelam. Mario Rosas merupakan salah satu diantaranya.
Masuk La Masia pada 1994, 3 tahun kemudian seperti yang diberitakan prediksi bola ia menjadi salah satu bagian Barcelona B, kemudian meninggalkan Camp Nou usai cuma main satu kali untuk kesebelasan inti di La Liga. Usai pindah di tahun 2000, Rosas membela setidak-tidaknya 11 tim sebelum gantung sepatu di Eldense pada 2014. Tidak ada yang mengesankan dari kariernya.
Untuk bintang dengan bakat yang diakui mengesankan oleh seseorang seperti Xavi, ini tentu amat disayangkan.
Siapa Mario Rosas? – Rosas seusia Xavi. Terlahir di Malaga di tahun 1980 lalu, Rosas bergabung menuju Barcelona pada 1994 pada usia 14.
Dengan tinggi badan kira-kira 167 cm, Rosas punya ciri fisik para pemain gelandang Spanyol yang sangat sukses di dalam periode bertahun-tahun terakhir. Di samping Xavi dan Iniesta, contoh lain merupakan David Silva, Santi Cazorla ataupun Thiago Alcantara.
Pada minggu terakhir La Liga 1997/98, pada usia 17, Rosas diberikan peluang menjalani debut untuk kesebelasan inti di La Liga oleh juru tak-tik Louis van Gaal saat Barcelona melawan Salamanca. Dikabarkan Piala Dunia Rosas mengisi sektor central Barcelona, yang telah mengamankan titel jawara, dan tampil bareng para pemain kayak Luis Figo. Rosas ditarik keluar kala jeda dan Barcelona menerima kekalahan 1-4. Ini jadi performa perdana sekaligus terakhir Rosas bareng Barca di La Liga.
Rosas tidak berhasil memenuhi ekspektasi van Gaal. Lebih lanjut, ia pastinya jua kalah kompetitif dengan Figo, Rivaldo dan Patrick Kluivert untuk tempat pemain berposisi gelandang serang.
2 tahun usai debutnya, Rosas tidak mendapat kesepakatan kontrak anyar dan dilepaskan oleh Barcelona. Usai itu, ia tertulis membela 11 tim lain, khususnya tim-tim divisi 2. Ia pensiun 14 tahun usai pergi dari Barcelona.
Iniesta Lainnya di Barcelona – Pada Maret 2018 silam, Xavi diwawancarai oleh livescore di Qatar. Mantan pemain berposisi gelandang Barcelona dan timnas Spanyol ini diberi pertanyaan soal berbagai hal.
Salah satu diantaranya merupakan soal mantan kawan sehatinya di sektor central Barcelona, Andres Iniesta, soal kesan kala ia pertama-tama kali bertemu dengan sang bintang di La Masia.
“Andres ini di atas rata-rata. Ia bertalenta yang tak pada umumnya. Ia tidak mungkin tidak berhasil, mustahil,” kenang Xavi dalam pembicaraan dengan admin livescore Liga Spanyol.
“Tapi tersedia Iniesta lainnya di Barca. Aku bakal terus ingat namanya: Mario Rosas.”
“Bila menyaksikan performa pada usia 15, enam belas ataupun 17, Kamu tentu bakal mengatakan: ‘Kala anak ini naik menuju kesebelasan inti, Camp Nou bakal dibuatnya berhalusinasi’.”
“Dirinya adalah gabungan Laudrup dan Messi, sungguh. 2 kakinya hidup, ia dapat mendribel, dan amat kompetitif.”
“Ia memiliki semuanya, namun lenyap. Ini mencengangkan aku. Kemungkinan ia tidak cukup profesional ataupun tak memiliki mental yang hebat, kita tidak akan sekalipun paham.”
“Masa remaja merupakan waktu penting di dalam kehidupan. Kepribadian tidak sepenuhnya terbentuk dan amat simpel untuk kita untuk berbuat blunder. Tersedia beberapa rasa ragu: ‘Mampukah aku memperkuat Barca?’ ‘Sanggupkah aku bisa sampai tingkat divisi utama?’ ‘Bisakah aku masuk timnas?'”
“Problema ini dapat diatasi apabila mentalitas kita konsisten dan tersedia keluarga yang menyuport. Aku beruntung sebab keluarga terus melindungi aku. Keluarga Andres jua luar biasa dan mengajarkannya tidak sedikit hal soal nilai-nilai kehidupan.”
“Tapi tersedia para pemain yang kehidupannya semrawut, dan orang tuanya rumit. Apabila tidak tersedia suport ataupun seseorang untuk dijadikan sandaran, maka amat sulit,” tegasnya masih kepada situs berita Piala Dunia terkini yang sama.
Blunder Siapa? – Rosas terus berlaga dengan Xavi semenjak pertama kali bergabung menuju ke Barcelona. Keduanya merupakan salah satu bagian dari generasi permata La Masia jaman 1990-an. Midfield diamond yang mereka mainkan di Barca B malahan bisa membikin kita bermimpi.
Sementara dikabarkan berita bola, Rosas menjadi pemain berposisi gelandang serang, sementara Xavi di tempat yang setingkat lebih dalam. Di sisi lain, Gabri di sebelah kiri luar dan Carles Puyol di sebelah kanan. Hal itu sebelum Puyol bergeser menuju tempat paling bagusnya di lini belakang.
Rosas sendiri tetap ingat dengan jelas jaman ia di Barcelona, mencakup kejadian usai diberikan debut La Liga oleh van Gaal.
“Van Gaal amat yakin pada aku. Ia memberikan aku debut pada usia 17,” kata Rosas, menurut dilansir Bleacher Report, beberapa waktu usai wawancara Xavi dengan prediksi bola malam ini.
“Aku ngomong dengannya. Aku berkata jika aku butuh menit berlaga setingkat lebih banyak. Ia mengatakan, ‘ya, namun siapa yang perlu aku korbankan? Rivaldo? Kluivert? Figo?'”
“Ia berkata jika aku bintang yang amat baik, namun aku masih muda dan masih butuh tidak sedikit menimba ilmu.”
“Aku merupakan bintang dengan nama besar di La Cantera, dan bintang dengan nama besar Barca B, namun aku tidak menyadarinya. Aku tak sabar. Aku kemungkinan juga tidak mendapat nasihat baik ketika itu, jadi aku memutuskan. Aku kira aku dapat memperkuat kesebelasan lainnya di divisi utama dan balik lagi usai main amat baik sepanjang satu musim.”
Sebagaimana yang ia ucapkan sendiri, Rosas tidak begitu sabar. Ia terlampau gegabah memutuskan, tidak ada yang dapat dijadikan sandaran saat itu, sebab keluarganya ada jauh di Malaga.
“Tidak tersedia hubungannya dengan keberuntungan ataupun juru tak-tik-juru tak-tik yang salah. Salah aku sendiri aku tidak ada di divisi utama. Seluruh bintang Barca juga bertipe sama, amat ofensif dan terus menyerang,” kata Rosas, menurut dilansir Planet Football yang kami baca di website berita transfer terkini.
“Kala beralih kesebelasan, aku tidak bisa adaptasi dengan tuntutan-tuntutan anyar. Aku dipaksa setingkat lebih bertahan dan dibebani peran-peran lainnya, lain daripada yang pada umumnya aku kerjakan di Barca.”
Rosas tidak berhasil mengikuti jejak teman-temannya. Dapat kita baca di livescore Liga Champions, Xavi dan Iniesta jadi 2 dari sekian pemain berposisi gelandang paling baik yang sudah di miliki Spanyol dan Barca, sementara Rosas lebih dulu tenggelam.
Tapi Rosas tidak menyimpan dendam sebab teman-temannya ini, khususnya Xavi, setingkat lebih sukses ketimbang ia.
“Memang benar, aku jelas girang apabila dapat berlaga 15 tahun di Barca. Tapi aku ikut berbahagia untuk mantan kawan dan rekan sebagaimana Xavi, Puyol, Andres, Gabri.”
“Aku amat girang sudah ada di gelanggang yang serupa bersama mereka,” tutupnya.